Alkisah konon pada masa kerajaan Majapahit hiduplah seorang pemikat burung perkutut yang biasa disebut Minak tersebar sampai seantero wilayah kerajaan, namun diantara ratusan Minak ada satu yang paling terkenal dengan panggilan Minak Cepolo yang bertempat tinggal di bumi Ronggolawe Tuban, tepatnya sekarang di wilayah Kecamatan Rengel.
“Ini malam terakhirku setelah aku puasa tidak makan dan tidur selama 3 hari 3 malam (pati geni – Jawa – red),“ kata leleki tinggi kurus yang menutup puasanya di tengah pertemuan tiga aliran sungai.
Pertemuan titik aliran sungai dipercaya sebagai salah satu tempat yang mempunyai kekuatan alam yang luar biasa secara magis.
“Aku melihat burung perkutut,“ gumam lelaki tinggi kurus membuka matanya setelah meditasi panjang, dengan tubuh masih terendam air pertigaan sungai sampai sedagu.
Pagi pun datang ditandai dengan munculnya matahari di belahan timur sebagai pertanda lelaki itu mengakhiri ritualnya. Masih dengan tubuh lemas berjalan menyusuri rimbun rumpun bambu dan lebatnya hutan, hingga sampai pada sebuah rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu dengan di kelilingi pagar tanaman bunga melati.
“Mak (ibu bahasa Jawa- red) aku pulang,“ ujar lelaki itu pada ibunya sambil mengatupkan kedua telapak tangan persis di dada.
“Dari mana saja nak …?“ Sapa si Ibu.
“Saya dari ritual Mak, dan diakhir ritual saat saya meditasi di kelopak mata saya yang terpejam terlintas burung perkutut dengan jelas Mak,“ cerita lelaki itu.
Tiba-tiba Ibu itu meraih ujung jarit yang dipakainya dan diusapkan pada seluruh wajah anaknya seraya berkata, “Nak mulai sekarang kamu keluar masuk hutan mencari burung perkutut untuk dipelihara para keluarga bangsawan atau keluarga kerajaan,“ kata perempuan itu singkat.
Sejak saat itu lelaki tinggi kurus tersebut sangat terkenal di seantero Kerajaan Majapahit, akan kesaktiannya yang mampu memikat burung perkutut di hutan atas permintaan para bangsawan. Kepemilikan burung perkutut oleh seseorang pada zaman itu merupakan simbol sosial kelas atas, biasanya digantung di teras rumah atau di ruang tamu dan lelaki itu dapat sebutan Minak di depan nama aslinya Cepolo, menjadi Minak Cepolo.
Pekerjaan sebagai pemikat burung pada zaman itu tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang dan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai ilmu kesaktian dengan mantra-mantra khusus dan melalui ritual khusus pula.
Dari cerita yang berkembang di masyarakat bahkan pada suatu waktu bangsawan Kerajaan Majapahit, juga Adipati Tuban datang langsung menemui Minak Cepolo untuk memesan burung perkutut yang suaranya paling bagus.
Cerita rakyat itu di kalangan orang tua-tua masih dalam ingatan, namun anak muda banyak yang tidak tahu akan cerita itu.
Kalau makamnya Minak Cepolo diperkirakan berada diantara kawasan Goa Ngerong sampai Sendang Maibit Kecamatan Rengel, secara persisnya masih misteri.